Senja perlahan mulai menghilang, seakan terlihat sang surya melambai-lambai tanganya sambil berpesan sampai bertemu lagi, dan suara azan maghrib mengiringi suasana itu.
Ketika sadar sebagai seorang muslim aku pun meringankan kaki menuju masjid untuk shalat maghrib, begitulah aku saat kedua orang tua membesarkanku mereka berharap agar aku bisa menjadi pribadi muslim yang selalu taat pada ajaran agama, sehingga mereka memberiku nama Abdullah agar selalu menjadi hamba Allah.
Gambar. Cerpen: Telah Kupetik Sekuntum Mawar Hitam. Sumber. pixabay.com |
Usai shalat maghrib akupun kembali ke rumah, terlihat ibuku sedang menyiapkan makan malam untukku. Namun teringat bahwa malam ini aku harus pesiar ke rumah Dandi temanku sebab, aku sudah janji jika liburan nanti aku akan kerumahnya. Setelah makan malam aku pamit pada ibuku ketika akan beranjak pergi.
Dalam perjalanan aku agak merasa canggung karena aku jarang keluar jauh dari rumah selain dari pergi ke kampusku. Kebetulan ini libur panjang sehingga aku ingin pesiar ke rumah temanku.
Sesampainya di pusat kota aku menghubungi Dandi untuk menjemputku sebab, aku belum tau rumahnya. Akan tetapi ketika menelpon nomornya tidak aktif pada saat itu, sehingga aku memutuskan menunggu sampai aktif kembali sambil duduk di taman kota seberang jalan.
Ketika di tengah keramaian kota malam itu, terlihat sekumpulan wanita muda dengan pakaian terbuka sambil memegang rokok sedang bercakap-cakap dengan para lelaki. Saat sedang menunggu temanku itu tiba-tiba aku melihat sosok wanita cantik sedang menghampiriku dengan warna bibir yang merah ia langsung menyapaku.
“Hai,,, sedang apa kamu, kok sendirian?.” Tanya wanita itu dengan senyumanya yang ranum.
“Oh hei, iya ini lagi nunggu temanku.” Jawabku singkat karena merasa canggung.
“Kalau gitu aku temanin kamu aja dulu.” Pinta wanita itu lagi, sejenak tercium wangi parfumnya yang seakan merayuku.
“Oh iya makasih, tapi sebantar lagi temanku sudah datang kok, jadi ngak usah mbak.” Jawabku yang menolak pinta wanita itu dengan rasa canggung.
“Ah, jangan bohong kamu, pasti kamu di sini lagi mencari wanita pelacur kan?, sudahlah sama aku aja gak mahal kok.” Sahut wanita misterius itu yang kian membingungkanku.
Ketika itu percakapan kami pun berakhir sebab, temanku Dandi yang aku tunggu datang menghampiri kami dan langsung saja aku meninggalkan wanita itu. Lalu Dandi segera membawaku ke rumahnya.
Merasa agak sedikit mengherankanku saat itu sebab, Dandi tau tempat dimana aku menunggunya dan terlebih lagi belum sempat aku menghubunginya. Sesampai di rumahnya akupun mencoba untuk bertanya.
“Eh, Dandi dari mana kamu tau aku berada di taman kota saat itu, kan aku belum memberitahumu?.” Tanyaku penasaran pada Dandi temanku.
“Yah, iyalah aku tau sebab semua orang yang baru datang ke sini mereka sering menunggu jemputan di taman kota itu, makanya di situ banyak ‘Pekerja Seks Komersial’ (PSK) mencoba menjadikan tempat itu sebagai lahan para pelanggan mereka, makanya tadi ada sosok PSK yang mencoba merayumu tuh Abdu hehe...” Jawab Dandi yang juga menjelaskan susana di kota itu.
“Oh begitu ya pantas saja, tapi kenapa ya wanita-wanita itu mau bekerja seperti itu?, bukankah itu tidak baik bagi mereka sendiri.” Tanyaku yang kian masih membingungkan.
“Begitulah Abduh, mereka itu wanita bodoh sebab, mana ada wanita yang mau bekerja seperti itu, hanya wanita bodoh saja yang mau kerja menjijikan seperti itu.” Sahut Dandi yang juga mencoba mengklaim wanita PSK itu.
Setelah mendengar jawaban Dandi saat itu, sejenak aku terdiam bertanya-tanya tentang apa yang sedang wanita-wanita itu pikirkan sehingga mau bekerja sebagai PSK, lantas apakah mereka tidak berfikir sedikit pun bahwa suatu saat nanti wajah mereka akan keriput dan tua, sehingga membuat para pria hidung belang tidak menghasrati mereka lagi.
Keesokan harinya Dandi mengatakan bahwa dia ingin meneliti tentang PSK untuk studi akhirnya di kampus. Kebetulan kami sempat bertemu dengan mereka di taman kota waktu itu, Dandi ingin aku membantunya mewawancarai mereka tentang apa yang menjadikan mereka harus bekerja seperti itu.
Akhirnya pada waktu malam tiba kami memutuskan untuk pergi ke tempat itu yang kebetulan aku juga penasaran, sebab Dandi pernah mengatakan bahwa mereka bekerja menjadi PSK karena bodoh.
Saat kami sampai, terlihat sejenak seorang perempuan menghampiri kami, sosok yang tak asing lagi bagiku sebab perempuan itu pernah kutemui saat pertama datang ke kota ini. Akhirnya kami pun mengajaknya ngobrol memancing dengan setiap pertanyaan demi mendapatkan informasi untuk data studi akhir Dandi nanti.
Ketika memulai percakapan setelah di antara kami yang saling memperkenalkan diri, akhirnya aku tau nama perempuan PSK yang pernah kutemui. Hanum, nama seorang perempuan PSK itu. Nama yang indah dan memancarkan keharuman tubuhnya seakan merayu aku dan Dandi.
Saat itu banyak percakapan yang kami lalui dengan berbagai pertanyaan jebakan yang kami lontarkan, namun ada sebuah jawaban Hanum yang membuat aku dan Dandi terharu. Yakni ketika pertanyaanku mengejar sebuah jawaban dari seorang PSK seperti Hanum yang harus menjadi pemuas hasrat para lelaki hidung belang dan apa yang menyenangkan dari perempuan yang bekerja sebagai PSK. Hanum seorang perempuan berumur 25 tahun pun menjawab.
“Jangan pernah kalian menganggap pekerjaan sebagai PSK itu menyenangkan, sebab memuaskan hasrat para lelaki hidung belang itu terkadang mereka melakukan kekerasan terhadapku dan apakah kalian merasa senang saat ada lelaki mabuk, tua, jelek dan bau itu menciummu?, sungguh terkadang aku jijik seakan mau muntah namun aku menahan semua itu demi sesuatu yang ingin aku capai.” Jawab Hanum dengan air mata yang mengalir di pipinya, seakan telah memukul wajah kami.
Mendengar jawaban Hanum saat itu kamipun tidak sanggup lagi melanjutkan percakapan dengannya. Dan Dandi temanku merasa cukup akan hal itu, lalu kami memberikan Hanum beberapa uang sebagai tanda terima kasih yang telah mau berbagi cerita tanpa sepengetahuan Hanum bahwa itu semua untuk mendapatkan informasi demi studi akhir Dandi temanku, tapi Hanum menolaknya.
Dengan rasa haru kami pun pamit pada Hanum dan kembali ke rumah Dandi. Namun ada sesuatu yang aku dapatkan saat percakapan dengan Hanum saat itu, yang ternyata banyak hal membuat seorang perempuan harus bekerja sebagai PSK ada beberapa motif yang kami dapatkan saat Hanum juga menjelaskan kondisi teman-temannya sebagai PSK, yakni faktor ekonomi, keluarga, kekerasan dalam rumah tangga.
Cerita tersebut juga telah mematahkan pendapat Dandi yang mengatakan bahwa mereka bodoh saja, juga sekiranya dalam konteks Hanum ada hal lain yang menjadi suatu kemungkinan bagi kami.
Ketika sampai ke rumah Dandi, aku memutuskan keesokan harinya meninggalkan kota dan kembali ke desaku, sejak itu aku tak bertemu Hanum lagi. Namun aku juga sering-sering kerumah Dandi, lagi pula aku sudah tau rumahnya.
Di kala aku berkunjung ke rumah Dandi lagi, tiba-tiba terdengar suara azan yang ternyata sudah waktu sholat azhar, seperti biasanya aku meringankan kaki menuju masjid. Setelah selesai sholat aku mencoba kembali ke rumah Dandi, namun dalam perjalanan saat itu di sebuah rumah tak jauh dari tempat tinggal Dandi aku melihat sosok Hanum sedang bermain dengan sekumpulan anak-anak di halaman rumahnya, serentak aku memanggilnya dan menghampirinya.
“Hanum”. Ketika mendengar ada yang memanggil ia pun mendekatiku, yang ternyata dia juga masih mengingatku saat bertemu di taman kota waktu itu. ketika itu Hanum sempat bertanya kenapa aku bisa berada di sini, akupun mengatakan bahwa rumah temanku tak jauh dari sini makanya aku mau pesiar ke rumahnya.
Saat itu kata Hanum dia juga tinggal di rumah ini bersama anak-anak, namum dalam hatiku bertanya-tanya dengan melihat banyaknya anak di rumahnya yang sempat aku berpikir apakah ini anak-anak dari akibat melacur.
Tapi serantak Hanum berkata bahwa semua anak-anak itu dulunya tinggal di jalanan mereka tidak punya siapa-siapa lagi ada juga dari mereka kutemukan saat masih bayi di jalanan karena di buang dan mereka yatim piatu, tapi sekarang ada aku sebagai ibu mereka.
“Apakah semua anak-anak ini yang menjadi alasan engkau menjadi PSK Hanum?.” Tanyaku pada Hanum.
“Iya, aku tidak tau lagi harus bagaimana. Aku rela mengorbankan apa saja dariku demi mereka. Sebab, aku tidak ingin ketika anak-anak perempuan ini besar nanti menjadi PSK sepertiku lihatlah berapa banyak mereka jika harus bekerja seperti itu dan aku juga mengajari anak laki-laki agar ketika besar nanti mereka menjaga maupun menghargai perempuan agar tidak ada lagi nasib seorang anak yang sama sepertiku Abduh.” Jawab Hanum.
Sejenak mengingatkanku bahwa apakah ini yang dikatakan tujuan yang ingin dicapainya, sungguh ini sebuah perjuangan yang mengorbankan dirinya bagiku. Saat itu Hanum bercerita banyak tentangnya dan anak-anak yang bersamanya, akhirnya waktu semakin sore, akupun harus pamit pada Hanum lalu kembali ke tempat Dandi.
Keesokan harinya aku kembali ke desaku, namum saat itu aku juga semakin sering ke kota untuk bertemu Dandi dan Hanum. Semakin lama aku mengenal Hanum, yang pada awalnya sulit memutuskan apakah dia perempuan baik atau bukan, tapi saat itu aku merasa bahwa Hanum adalah sosok perempuan baik berhati mulia yang mau menerima dan membesarkan anak-anak terlantar itu seperti anaknya sendiri, aku seperti telah melihat sosok keibuan darinya.
Menjadi PSK adalah pengorbanan demi kemanusiaan dan generasi agar tidak ada lagi yang bernasib sepertinya. Siapa yang sanggup mengatakan Hanum perempuan baik atau buruk. Namun dari sekian lama dan banyak mengenal sosok Hanum, terlihat pekerjaan Hanum memang salah, tapi perjuangannya penuh kebaikan.
Sebab yang salah belum tentu buruk, bagiku Hanum hanya saja membutuhkan seorang imam untuk membimbingnya. Aku akan sangat merasa bersalah sebagai seorang muslim, yang membiarkan seorang perempuan berjuang sendiri untuk masa depan anak yatim piatu, padahal agamaku selalu menyeru untuk memelihara mereka.
Ketika itu aku berpikir untuk menemaninya berjuang, mungkin dengan menjadi seorang imam bagi Hanum. Agar aku bisa membawa perjuangan ini selalu diridhoi Allah swt. Langsung saja keputusanku untuk melamarnya, dengan harapan agar Hanum berhenti bekerja sebagai PSK dan membangun sebuah rumah tangga yang berjuang demi masa depan anak-anak-anak dan yatim piatu.
Saat itu langsung saja aku menemui Hanum dan mengatakan bahwa aku ingin melamarnya sebagai istriku. Lalu sejenak kami bercakap-cakap.
“Apakah kau serius Abduh?, aku hanyalah perempuan hina yang bekerja sebagi PSK dan mungkin engkau malu menerima kenyataan itu Abduh.” Jawab Hanum.
“Pekerjaanmu mungkin hina tapi pribadi dan impianmu tidaklah hina Hanum, bagiku kau memperjuangkan sesuatu yang baik bagi sebuah generasi. Sebagaimana engkau mau memelihara dengan cinta terhadap anak-anak itu. Sungguh kau, anak-anak dan perjuanganmu itulah yang membuatku ingin bergabung sebagai bagian dari keluarga ini.” Jawabku meyakinkan Hanum.
Sebagaimana percakapan dengan Hanum berlangsung lama dan aku terus meyakinkan dia untuk menerima lamaranku. Walaupun aku berbeda umur setahun denganya, tapi saat itu Hanum telah menerima lamaranku.
Pada akhirnya kami menikah dan Hanum telah berhenti menjadi PSK lalu memperbaiki diri sebagaimana muslimah sejati, lalu tak lupa kami berdua merencanakan masa depan anak-anak yatim itu dan membuat suatu panti untuk melanjutkan perjuangan Hanum demi masa depan yang lebih cerah.
Seakan terasa aku telah memetik mawar hitam yang tumbuh di kegelapan malam yang hanya di siniari cahaya bulan. Hanya saja aku berpikir membawa mawar itu ke tempat terang. Yang selalu di berikan cahaya, yakni cahaya ilahi.
Penulis: Rifaldi Sulaiman
Post a Comment