Membangun hubungan yang sehat tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan, hal inilah yang menjadi kesulitan sehingga banyak dari kalangan remaja dalam membangun hubungan tersebut terperangkap dalam kekerasan atau suatu perilaku kekerasan dalam pacaran. Tentunya hal ini banyak terjadi di lingkungan sekitar kita, dan bila kita tidak menyadarinya maka akan berdampak buruk bagi salah satu pasangan bisa menjadi korbannya.
Berdasarkan data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2020, melaporkan bahwa kekerasan di ranah personal sebanyak 70% (6.480 kasus) dan kekerasan dalam pacaran menempati posisi kedua dengan 1.309 kasus 20% setelah kekerasan terhadap istri yang berada di urutan pertama dengan 3.221 kasus 50%, posisi ketiga yaitu kekerasan terhadap anak perempuan 954 kasus (15%).
Bentuk kekerasan ini yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 2.025 kasus (31%), dan yang menempati peringkat pertama adalah kekerasan seksual dengan 1.983 kasus (30%), psikis 1.792 (28%), dan ekonomi 680 kasus (10%). Namun di pembahasan kali ini kita akan fokus pada kekerasan dalam pacaran.
Bentuk kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik sebanyak 2.025 kasus (31%), bahkan kekerasan seksual berada pada peringkat pertama sebanyak 1.983 kasus (30%), kekerasan psikis sebanyak 1.792 kasus (28%) dan kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 1.792 kasus (28%). ekonomi dengan 680 kasus (10%). ). Namun, dalam pembahasan ini, kita akan fokus pada kekerasan dalam pacaran.
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa tidak semua orang bisa merasakan indahnya berpacaran, dan tidak sedikit diantara orang yang mengalami kasus kekerasan dalam suatu hubungan. Hal ini karena salah satu pasangan sangat dominan, atau terlalu mengekang pasangannya sendiri, akibat dari kekangan tersebut bisa saja timbul kekerasan dalam berpacaran. Sejauh ini kasus kekerasan dalam pacaran sudah semakin marak pada kehidupan kita, seperti yang ditunjukan pada data komnas perempuan di atas.
Lantas apa itu kekerasan dalam pacaran? jenis-jenis dan bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran? untuk itu dalam pembahasan kali ini akan menguraikan pertanyaan tersebut, sekaligus memberikan pengertian kekerasan dalam pacaran menurut para ahli. Hal ini dilakukan dengan harapan agar kita bisa mengenal dan menjauhi setiap perilaku kekerasan dalam membangun hubungan atau menjauhi perilaku yang kekerasan dalam pacaran.
Ilustrasi. Kekerasan dalam Pacaran. Sumber. merdeka.com |
Apa itu Kekerasan dalam Pacaran?
Sebelum kita memahami kekerasan dalam pacaran, alangkah baiknya mengerti beberapa dari kedua istilah tersebut seperti arti dari kata kekerasan dan pacaran. Menurut Douglas dan Frances dalam Thomas Santoso (2002:11), mengemukakan bahwa istilah kekerasan sebenarnya menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (deffensife), yang disertai menggunakan kekuatan orang lain. Namun kekerasan sendiri mempunyai jenis dan dimensinya, selanjutnya anda bisa melihat dalam artikel ini: Mengenal Jenis dan Dimensi Kekerasan
Awalnya Pacaran dapat dipahami sebagai proses perkenalan antar dua insan yang berada dalam tahap pencarian kecocokan dengan lawan jenis, dengan harapan bisa ke kehidupan yang lebih serius seperti pernikahan maupun berkeluarga. menurut DeGenove (2008) mengatakan bahwa pacaran merupakan sebuah tindakan atau kegiatan yang di lakukan oleh dua orang untuk mengenal satu sama lain.
Sedangkan Menurut Wijayanto (2003: 141) menjelaskan bahwa: “Dengan bahasa lurus, pacaran adalah sebuah hubungan sosial antara makhluk sosial yang berlawan jenis yang memilki saling ketertarikan tertentu, baik itu fisik (jasmani) maupun psikologi (pribadi, karakter) yang dibangun di atas komitmen dengan ataupun tanpa syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.”
Dilihat dari sisi pengertian di atas mungkin dapat memberikan kita sedikit gambaran yang tidak hanya memahami tentang arti dari kata kekerasan dan pacaran, akan tetapi mengerti berarti dapat membangun hubungan pacaran tersebut sesuai yang telah dipahami.
Namun masih banyak kekeliruan dalam membangun hubungan yang sehat, hal ini karena terdapat beberapa kasus kekerasan dalam hubungan pacaran tersebut. Kekerasan dalam pacaran sering juga disebut denga toxic relationship suatu istilah yang saat ini familiar, yakni hubungan yang ditandai dengan perilaku pasangan yang menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologi terhadap pasangannya.
Di sisi lain kekerasan dalam pacaran ada yang menyebutnya sebagai emotional abusive, Hadi (El-Hakim, 2014) mengataan bahwa emotional abuse adalah bentuk kekerasan berupa makian, dan cacian, mengintimidasi, mengancam, tekanan teman sebaya, kekerasan kemarahan yang mengakibatkan korbannya merasakan sakit hati, tertekan, marah, perasaan terkekang, dan apabila berkelanjutan akan mengakibatkan perasaan minder yang dialami korban.
Luhulima (2000) mengatakan bahwa physical abuse adalah bentuk kekerasan yang meninggalkan bekas luka atau bekas nyata ditubuh korban. Untuk itu sementara kita dapat menggambarakan tentang kekerasan dalam pacaran, dari setiap istilah-istilah di atas.
Sehingga pemahaman tentang kekerasan dalam pacaran untuk sementara dapa dipahami sebagai bentuk perilaku dalam hubungan dua insan yang dapat merugikan salah satunya baik itu tertutup, terbuka atau perilaku menyerang maupun bertahan serta berdampak pada ketidaknyamanan psikologis dan luka fisik.
Pengertian Kekerasan dalam Pacaran Menurut Para Ahli
Bila pemahaman sementara tentang kekerasan dalam pacaran yang sudah disebutkan di atas belum memperkuat, untuk itu dalam pembahasaan ini akan dikemukakan beberapa pengertian kekerasan dalam pacaran menurut para ahli. yaitu sebagai berikut:
- Theo Poerwandari (dalam Achi, 2000: 20)
Mengemukakan bahwa kekerasan dalam pacaran termasuk upaya intimidasi pasangan melalui ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap tubuh/harta perempuan. Tujuan dari penyerangan tersebut adalah untuk mengontrol perilaku wanita tersebut untuk menciptakan rasa takut.
- Deborah Sinclair (dalam Dian Ungki Yunita Dewi, 2008: 19)
Menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam hubungan termasuk upaya untuk mengintimidasi pasangan, melalui intimidasi atau penggunaan kekuatan untuk menyerang organ tubuh atau harta benda perempuan.
- Sony Set (2009: 135)
Hubungan pacaran yang terdapat unsur kekerasan adalar bentik perilaku yang dilakuka seseorang pada orang lain atau pasangannya seperti tindakan mengontrol maupun mengatur secara berlebihan agar memenuhi keinginannya sendiri atau pelaku.
- Rifka Annisa (2008: 2)
Kekerasan dalam pacaran adalah “kekerasan yang dilakukan oleh pasangan kencan yang menyebabkan tertekannya pasangan korban, baik secara fisik maupun mental”.
- Wolfe dan Feiring dalam (Journal of Personality and Social Psychology: 76)
Menjelaskan bahwa hubungan pacarn yang adanya unsur dominasi dan mengontrol seseorang atau paasangan baik itu dilakukan secara fisik, psikis maupun seksual yang kemudian memberikan dampak cedera atua kerugian pada seseorang, maka itu termasuk kekerasan dalam paçaran.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa spousal abuse adalah kekerasan yang dilakukan oleh seseorang dalam masa pacaran yang menyebabkan korban menderita, baik secara fisik maupun mental.
Murray (2007) menyatakan bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran berupa kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan dalam pacaran merupakan upaya untuk mempertahankan kekuasaan dan kendali atas pasangannya atau dalam istilah populer yang sekarang dikenal dengan toxic relationship.
Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Pacaran
Apa saja jenis-jenis kekerasan dalam pacaran? Dan apa saja bentuk kekerasan dalam pacaran lainnya? menurut (Sriurdjunaida: 2010) khususnya kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Maksud atau tujuan dari kekerasan fisik sebenarnya adalah untuk menyakiti bahkan menyiksa korban dengan cara menampar, memukul, memegang, mendorong, mencekik, dan melempar benda.
Perbuatan atau perilaku verbal berupa teriakan, hinaan, dan ancaman yang menimbulkan rasa takut dan hilangnya rasa percaya diri, termasuk kekerasan emosional.
Pelecehan seksual dapat terjadi ketika pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap korban dalam bentuk persetubuhan seperti perkosaan. Sementara itu, kekerasan ekonomi berarti dapat terjadi seolah-olah pelaku memiliki kendali penuh atas keuangan korban.
Bentuk-bentuk kekerasandalam pacaran menurut Luhulima (2000:11) kekerasan dalam pacaran yang terjadi di kalangan remaja atau dewasa muda dapat dikelompokkan ke dalam bentuk-bentuk berikut ini:
- Kekerasan fisik lainnya: Yaitu seperti tindakan pemukulan, menendang, menampar, melakukan cengkraman dengan keras pada pasangan dan sebagainya.
- Kekerasan psikis: seperti mengancam, menghina, memperlakukan, mencaci, menghina, membentak, dll.
- Pelecehan seksual: misalnya memaksa pacarnya untuk melakukan tindakan seksual tertentu seperti menyentuh, berpelukan, berciuman, berhubungan seks ketika pasangannya tidak mau atau diancam.
Masih banyak jenis kekerasan dalam pacaran dan bentuk kekerasan dalam pacaran lainnya. Tentang bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran Menurut Murray (2007: 29), ada tiga jenis kekerasan: pelecehan emosional dan verbal, pelecehan seksual dan pelecehan fisik.
1. Kekerasan Verbal dan Emosional
Murray (2009) mengatakan bahwa kekerasan yang didapatkan tidak hanya berbentuk kekerasan fisik (physical abuse) seperti pukulan menggunakan tangan atau benda tumpul bahkan benda tajam. Tetapi juga berbentuk kekerasan verbal (emotional abuse), seperti makian, cacian, hinaan, dan berkata-kata kasar terhadap pasangannya. Menurut Murray (2007 :29) kekerasan verbal dan emosional terdiri dari:
Murray (2009) berpendapat bahwa kekerasan yang diterima tidak hanya berupa kekerasan fisik, seperti memukul dengan tangan atau dengan benda tumpul bahkan tajam. Namun bisa juga dalam bentuk caci maki (pelecehan emosional), seperti umpatan, hinaan, hinaan, dan kata-kata kasar kepada pasangan. Menurut Murray (2007:29), pelecehan verbal dan emosional meliputi:
- Nama-panggilan
Nama-panggilan dapat dipahami sebagai memanggil seseorang tanpa nama orang tersebut, digabungkan dengan panggilan mengejek. Ibarat bilang pacar itu gendut, jelek, malas, bodoh, ga ada yang mau punya pacar, ngeliat pacarnya bikin pengen muntah.
- Ekspresi Wajah Mengancam
Pasangannya akan menunjukkan ekspresi kecewa tanpa mengatakan mengapa dia marah atau frustrasi dengan pacarnya. Jadi pria atau wanita tahu pacar sedang marah atau tidak dari ekspresi wajahnya. Alat komunikasi ini memungkinkan seorang pacar untuk mengecek pacarnya sebanyak yang dia mau.
Ada orang yang tidak memberikan telepon kepada pacarnya, tetapi orang yang memberikan telepon dan orang yang tidak memberikannya kepada pacarnya marah ketika seseorang menelepon pacarnya, meskipun pacarnya adalah orang tua, karena itu membuatnya marah.mengganggu waktu mereka bersama. Orang ini perlu tahu siapa yang menghubungi pacarnya dan mengapa dia menghubungi pacarnya.
- Membuat laki-laki/perempuan menunggu di telepon
Pacar berjanji untuk menelepon pacarnya pada waktu tertentu, tetapi pacar juga tidak menelepon. Sang pacar sangat menjanjikan, terus-menerus menunggu telepon dari pasangannya, memegang telepon di mana-mana di dalam rumah, seperti saat pergi makan bersama keluarga. Hal ini terjadi berkali-kali, sehingga sang pacar tidak menerima telepon dari teman-temannya, tidak berinteraksi dengan keluarganya karena sedang menunggu telepon dari pacarnya.
- Memonopoli waktu anak perempuan
Korban kekerasan dalam pacaran cenderung menghabiskan waktu bersama teman atau memenuhi kebutuhannya sendiri, karena mereka selalu menyediakan waktu untuk teman kecil milikku.
- Membuat seorang anak perempuan/laki-laki merasa tidak aman
Sering kali orang-orang yang berpacaran dengan kekerasan menelepon pacar mereka untuk mengkritiknya, dan mereka mengatakan semua ini dilakukan untuk mereka.cintai pacar dan inginkan yang terbaik untuk pacar mereka.
Meski membuat pacarnya tidak nyaman. Ketika pacar mereka terus menerus dikritik, mereka merasa semuanya tidak beres dengan mereka, bahwa tidak ada kesempatan atau kesempatan untuk meninggalkan pasangannya.
- Menyalahkan
Semua kesalahan dilakukan oleh pasangannya, meskipun mereka sering mencurigai pacarnya dengan tindakan yang mungkin tidak mereka saksikan, seperti menuduhnya berselingkuh.
- Memanipulasi/membuat diri sendiri menyedihkan
Hal ini biasanya dilakukan oleh laki-laki. Pria sering berbohong kepada wanita, pria sering mengatakan hal-hal konyol tentang kehidupan, seperti pacarnya menjadi satu-satunya yang mengerti dia atau mengatakan kepada pacarnya bahwa dia akan bunuh diri tanpa dia.
- Ancaman
Biasanya mereka mengatakan jika kamu melakukan itu apa yang akan aku lakukan padamu. Ancaman mereka tidak hanya memengaruhi pacar mereka tetapi juga kerabat dan teman mereka.
- Interogasi
Pasangan yang cemburu, posesif, dan suka mengontrol cenderung mempertanyakan pacar mereka, di mana pacar mereka, siapa yang bersama mereka, berapa banyak laki-laki atau perempuan yang bersama mereka, atau mengapa mereka tidak membalas pesan mereka.
- Mempermalukannya di depan umum
Mengatakan sesuatu tentang alat kelamin pacarnya kepada pacarnya di depan teman-temannya. Atau mempermalukan pacar Anda di depan teman-temannya.
- Menghancurkan barang-barang berharga
Terlepas dari perasaan atau hal-hal pacarnya, jika pasangannya menangis, mereka pikir itu bodoh.
2. Kekerasan Seksual
Kekerasan atau pelecehan seksual memaksa mereka untuk melakukan aktivitas atau kontak seksual ketika salah satu pasangan atau pacar mereka tidak mau melakukan maupun menyetujui maupun merasa terganggu dan terluka dalam memenuhi keinginan pelaku, (Murray, 2007: 60). Menurut Murray (2007:61), kekerasan seksual yang dimaksud di sini dapat berupa hal-hal berikut:
- Pemerkosaan
Pemerkosaan dapat dipahami sebagai hubungan seksual tanpa persetujuan pasangan. Biasanya pasangannya tidak tahu apa yang akan dilakukan pasangannya saat itu.
- Sentuhan yang Tidak Diinginkan
Sentuhan yang dilakukan tanpa persetujuan pasangan, sentuhan ini biasanya terjadi di dada, bokong, dan tempat-tempat serupa.
- Ciuman yang Tidak Diinginkan
Mencium pasangan tanpa persetujuan pasangannya, hal ini terjadi di tempat umum atau pribadi. Selengkapnya, baca juga 15 Jenis Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan
3. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perilaku yang menyebabkan pacar terluka secara fisik seperti memukul, menampar, menendang, dll. (Murray, 2007: 71). Pelecehan fisik ini akan diuraikan sebagai berikut:
- Memukul, mendorong, memukul
Ini merupakan jenis kekerasan yang dapat dilihat dan dikenali, antara lain memukul, menampar, menggigit, mendorong, mencakar dinding dan mencakar dengan tangan atau menggunakan alat. Ini menyebabkan memar, patah kaki, dll. Hal ini dilakukan sebagai hukuman bagi pasangannya. (Mark McGwire dan Sammy Sosa dalam Murray, 2007:71).
- Pengendalian, pengekangan
Perilaku ini dilakukan ketika ia mencegah pasangannya untuk meninggalkannya, seperti terlalu banyak memegang tangan atau lengannya.
- Rough Play (Permainan Kasar)
Memukul adalah permainan hubungan, padahal pasangannya menggunakan pukulan sebagai taktik untuk membuat pasangannya menjauh dari mereka. Hal ini menunjukkan dominasi sisi lempar pukulan.
Dampak Kekerasan dalam Pacaran
Apa saja dampak dari kekerasan dalam pacaran? adapun beberapa hasil penelitian mengemukakan temuan-temuan kekerasan dalam pacaran. Sebagaimana hasil penelitian dari (Safitri, Widya Ayu dan Samai :2013) bahwa kekerasan dalam pacaran memilki dampak psikologis, fisik, seksual dan sosial yang akan diuraikan sebagai berikut:
Apa dampak kekerasan dalam pacaran? Untuk beberapa temuan penelitian menyarankan kekerasan kencan. Menurut hasil penelitian (Safitri, Widya Ayu dan Samai: 2013), kekerasan dalam pacaran memiliki dampak psikologis, fisik, seksual dan sosial yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. Dampak Psikologis
Berdasarkan hasil pendataan melalui Dari rangkaian wawancara dengan narasumber FISIP, terlihat dampak kekerasan dalam pacaran terhadap hubungan personal (pacaran). Kekerasan dalam pacaran memiliki dampak psikologis yang serius bagi korban.
Korban dapat mengalami depresi, stres dan kecemasan, sulit berkonsentrasi, perilaku bunuh diri, sulit tidur, dan rendah diri. Kesimpulan dari semua pendapat kelima informan menjelaskan bahwa korban akan mengalami depresi, stres dan kecemasan, sulit konsentrasi, dan sulit tidur.
Itu semua tergantung bagaimana kita bereaksi terhadap masalah perjuangan, jika kita tidak memperhatikannya atau memikirkannya dengan berat, tidak mungkin jika kita berkelahi, kita tidak akan tegang, Ketika kita tertekan, kita akan sulit berkonsentrasi atau sulit tidur karena pada dasarnya jika kita santai dan berpikir jernih tentang masa depan, kita pasti akan terbebas dari pikiran berat setelah pertempuran.
2. Dampak Fisik
Kekerasan fisik akan menimbulkan akibat fisik, seperti memar, memar, luka sayat, lecet, patah tulang. Pasti ada efek lanjutan yang dirasakan oleh korban kekerasan fisik. Hal ini dirasakan oleh lima informan yang mengalami kekerasan dan dampak fisik pada diri mereka.
Dari sentuhan fisik yang mereka terima yang meninggalkan luka memar di sekujur tubuh mereka, sangat memilukan melihat kenyataan yang begitu pahit, tetapi dari semua luka yang mereka derita, itu aneh karena hubungan mereka terus berlanjut meski berubah menjadi kekerasan.
Dijelaskan juga bahwa penyebab kekerasan fisik akan menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan, yang diyakini karena salah satu informan pernah hamil dan melakukan aborsi dengan itikad baik. Alasan korban menggugurkan kandungan karena merasa takut dan bingung karena pelaku tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan korban.
3. Dampak Seksual
Sebagai manusia yang punya perasaan dan hasrat, kita boleh saja mencintai seseorang (lawan jenis) tetapi jangan terlalu berlebihan. Apabila untuk sesuatu yang belum pasti seperti dalam pacaran yang belum tentu kelak akan menjadi teman hidupnya.
Kalau kita mencintai seseorang secara berlebihan, maka kita cenderung melakukan apa saja demi membahagiakan orang yang kita cintai, bahkan sesuatu yang sangat berharga dan kehormatan sebagai seorang perempuan sekalipun bisa diberikan.
Virginitas seorang peremouan sangatlah berharga, apalagi bila laki-laki masih banyak yang menginginkan perempuan calon pasangan hidupnya perawan sebab itu dianggap sebagai salah satu bukti atau symbol kehormatan dan kebaikan seorang perempuan.
Apabila seorang perempuan kehilanggan keperawanannya maka orang lain akan menganggap bahwa ia perempuan jalang, liar dan ia cenderung diperlakukan kurang hormat oleh pasangannya.
Dari dampak seksual yang dialami oleh kelima informan peneliti, yaitu dampaknya adalah mengalami traumatik seperti yang ditulis di bukunya Santrock (2007:289) yaitu pada awalnya korban merasa terkejut, mati rasa, dan sering kali mengalami disorganisasi. Beberapa juga menunjukkan stres yang dirasakannya dalam bentuk katakata maupun tanggisan.
Dari kesimpulan di atas ketika para korman berjuang untuk kembali menjalani kehidupan mereka secara normal, mereka mungkin mengalami depresi, takut, dan cemas selama beberapa bulan atau tahun Pemulihan mereka tergantung pada kemampuan mereka mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Dan menurut kelima informan primer peneliti, cara untuk menghibur diri atau melupakannya yaitu dengan cara keluar bersama temanteman, mendengarkan musik dan kumpul bersama temanteman ini menurut mereka cara termanjur yang ada.
4. Dampak Sosial
Dalam menjalin sebuah hubungan, laki-laki atau perempuan cenderung mengendalikan dan mengontrol pasangannya baik dalam hal pergaulan, penampilan, maupun pekerjaan. Alas an mereka melakukan hal ini adalah sematamata karena rasa sayang terhadap pasangan.
Menanggapi hal ini, sebagian informan mengatakan bahwa mereka melakukan hal ini, sebagian informan mengatakan bahwa mereka tidak keberatan bahkan merasa senang diperlakukan demikian, sebab itu berarti pula pasangannya perhatian dan terkesan melindungi.
Bila demikian tentu tidak menjadi masalah sepanjang sikap yang cenderung mengontrol tersebut dapat diterima oleh pasangan dan tidak merasa terkekang atas sikap tersebut, serta tidak mematikan kreativitas dan membatasi kebebasan meski kita terkadang butuh seseorang sebagai pengendali.
Namun sisi lain, ada pula yang mengatakan bahwa jika pengontrol tersebut kurang bisa diterima pasangannya karena bisa “mematikan” kreativitas dan kebebasan. Dampak sosial yang dialami korban oleh korban kekerasan dalam berpacaran adalah apa yang membuat korban tidak mampu pergi dari sipelaku.
Karena si pelaku tidak mengijinkan korban untuk bermain internet atau telepon dan pelaku megisolasi korbannya dri teman korban, keluarga, dan kenalan lainnya. Pendapat ini dipertegas menurut Pontoh (2006:5). Dari kesimpulan diatas yaitu, seseorang mempunyai cara sendiri dalam menentukan pilihan hidupnya dan semua itu merupakan privasi diri sebelum menikah.
Pada dasarnya, sikap saling mengerti dan saling memahami satu sama lain dapat mempengaruhi tindak kekerasan maupun sikap pengawasan yang berlebihan terhadap pasangan karena iya tahu sebatas mana ia harus bersikap. Sikap yang cenderung mengontrol atau mengendalikan dianggap wajar dalam batas-batas tertentu dan selama hal itu masuk akal dan dapat diterima oleh pasangannya.
Tetapi apabila semua itu dilakukan secara berlebihan dan terusmenerus, kemungkinan berontak lebih besar daripada sekedar diam karena hal tersebut dianggap sebagai hal yang keterlaluan atau berlebihan dalam menunjukkan kasih sayang sehingga tindakan tersebutlama-kelamaan dirasakan sebagai salah satu tindakan kekerasan meski bukan secara fisik. Pengontrolan itu ternyata mempunya dampak, yaitu kurangnya atau kurang leluasa para korban untuk bersosialisasi pada lingkungan.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang sudah dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa kekerasan dalam pacaran adalah salah satu tindakan atau perilaku yang dapat merugikan orang lain. Sebagaimana perilaku seseorang yang melakukan kekerasan dalam pacaran dapat memberikan dampak negatif seperti dampak fisik, psikologis, seksual, sosial, dan bahkan dampak ekonomi pada salah satu yang menjadi korbannya.
Untuk itu dengan memahami apa itu kekerasan dalam pacaran? ciri-cirinya, serta dampak dari perilaku kekerasan dalam pacaran, diharapkan agar kita tidak melakukannya pada pasangan kita atau orang yang menjalin hubungan dengan kita. Untuk itu sekiranya kita juga harus belajar membangun hubungan yang sehat demi menjahui perilaku-perilaku yang menjerumuskan pada kekerasan.
Referensi
Achi, Sudiarti. 2000. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahanya. Jakarta: Alumni.
Arini, L.A.D 2016. Identifikasi Kecemasan pada Remaja Perempuan yang Menjadi Korban Emotional Abuse dalam Hubungan Berpacaran. Jurnal Psikologi, Vol. 7. No. 11. Hal. 1-10.
DeGenova, M.K. 2008, Intimate Relationship, Marriages & families (seventh edition). New york: McGraw-Hill.
Dian Ungki Yunita Dewi. 2008. Atas Nama Cinta (Sebuah Studi Kasus tentang Mahasiswi Korban Kekerasan dalam Pacaran). Skripsi. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Fuller, K. 2020. Frequently Asked Question About Toxic relationship. Dilansir 27 September 2020 dari Psychology Today: https://www.psychologytoda y.com/us/blog/happiness-is-state- mind/202005/frequently-asked-questions-abo ut-toxic-relationships.
Khumas, A., Radde, H.A., Matanggaran, V., Zainuddin, K., & Halimah, A. 2018. Deskripsi Kualitatif Makna Cinta Pada Remaja Di Sulawesi Selatan. Proceeding Seminar Nasional & Temu Ilmiah Psikologi Positif, 1, 259-273.
Luhulima, A.S. 2000. Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan terhadap Perempuanan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: PT. Alumni.
Murray, J. 2007. But i love him: Protecting your daughter from controlling, abusive dating relationship. New York: Harper Collins Publisher.
Murray. 2007. But, I Love Him. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Safitri, Widya Ayu. Samai. 2013. Dampak Kekerasan dalam Berpacaran. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa UNEJ 2013, I (1): 1-6.
Santoso, Thomas. 2002. Teori-Teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Santrock, J, W. 2007. Reamaja Edisi 11 jilid 1.Jakarta: Erlangga.
Set, Sony. 2009. Teen Dating Violence. Yogyakarta: Kanisius.
Sternberg, R.J. 1988. The Psychology of Love. USA: Yale University.
Sternberg. Robert, J. 2000. What’s Your Love Story? Psychology Today, 33(4), 52.
Sternberg, J ., Robert & Sternber K. 2009. Cognitive Psychology 6th Edition. United States America: Wadsworth Cengage Learning.
https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/catahu-2020-komnas-perempuan-lembar-fakta-dan-poin-kunci-5-maret-2021
Wijayanto, Iip. 2003. Campus Fres Chicken. Yogyakarta: CV. Qalam
Post a Comment